Wednesday, September 13, 2017

Tradisi Megalitik dan Kepercayaan Animisme

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Masa Pra-sejarah
Pra sejarah atau nirleka adalah istilah yang digunakan  untuk merujuk kepada masa dimana catatan sejarah yang tertulis belum tersedia. Zaman praseajrah dapat dikatakan bermula pada saat terbentuknya alam semesta, namun umumnya digunakan untuk mengacu kepada masa dimana terdapat kehidupan di muka bumi contohnya, dinosaurus biasanya disebut hewan prasejarah dan manusia gua disebut manusia prasejarah. Batas antara zaman prasejarah dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir sekitar tahun 4000 SM masyarakatnya sudah mengenal tulisan, sehingga pada saat itu, bangsa Mesir sudah memasuki zaman sejarah. Zaman prasejarah di Indonesia diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasastiyang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai MahakamKalimantan Timur. Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang seperti paleontologiastronomibiologigeologiantropologiarkeologi.
Istilah istilah yang perlu diketahui:
Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya (yang diwariskan dari generasi ke generasi), wilayah, identitas dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang terstruktur
·          Animisme, yaitu kepercayaan kepada arwah nenek moyang
·          Dinamisme, yaitu kepercayaan bahwa benda-benda disekitar kita memiliki jiwa atau kekuatan.
·           totemisme, yaitu kepercayaan bahwa hewan-hewan tertentu disekitar kita memiliki kekuatan (gaib).
·          Monoisme, yaitu kepercayaan terhadap kekuatan tertinggi yaitu tuhan.
·          Budaya, yaitu segala hasil akal dan budi manusia
·          Adat istiadat, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam suatu masyarakat dan diakui semua pihak yang ada di dalam masyarakat yang bersangkutan.
·          Zaman neozoikum, masa ketika bumi dalam keadaan sempurna seperti sekarang.

B.   Kepercayaan animisme
1.    Kepercayaan Towani Tolotang
Towani Tolotang merupakan salah satu kelompok social di Kelurahan Amparita. Towani Tolotang juga merupakan sebutan bagi agama yang mereka anut, kepercayaan Towani Tolotang bersumber dari kepercayaan tentang Sawerigading, sebagai mana yang dipahami masyarakat Bugis pada umumnya.

Dalam masyarakat Towani Tolotang dikenal adanya pemimipin agama yang mereka sebut Uwa dan Uwatta yang sekaligus sebagai semacam kepala suku. Kelompok Uwa danUwatta menempati posisi tertinggi dalam system pelapisan social dikalangan masyarakat Towani Tolotang. Sebagai pemimpin agama para Uwa dan Uwatta dijadikan sebagai panutan dalam masyarakat, juga sebagai perantara manusia dengan Dewata Sewwae. Kehidupan social Towani Tolotang yang nampak dalam kesehariannya merupakan cerminan dari ajaran agama yang ada. Pola perilaku terjadi tentu tidak terlepas dari konsep-konsep agama yang ada, hal ini dapat disaksikan pada setiap sesi kehidupan, dimana setiap akan memulai suatu pekerjaan diperlukan serangkaian acara serimonial keagamaan. 

Towani Tolotang meyakini bahwa setiap kegiatan yang dilaksanakan haruslah dilakukan upacara atau ritual tertentu agar mendapat restu dari Dewata Sewwae, karena tanpa restu dari Nya, sulit untuk mendapatkan hasil yang maksimal. 
2.   Aluk Tudolo
Di daerah Tana Toraja sekarang ini masih hidup sebuah kepercayaan purba yang bernama Aluk Todolo yang lazim juga di sebut Alukta. Kepercayaan ini merupakan kepercayaan asli masyarakat Toraja walaupun sekarang ini mayoritas penduduknya telah beragama terutama agama Kristen Protestan dan agama Kristen Katholik. Inti ajaran Alukta menyatakan bahwa manusia harus menyembah kapada 3 oknum yaitu: 
Ø Puang Matua sebagai pencipta segala isi bumi
Ø Deata-deata yang jumlahnya banyak sebagai pemelihara seluruh ciptaan Puang Matua.
Ø Tomembali Puang/Todolo sebagai pengawas yang memperlihatkan gerak-gerik serta berkat kepada manusia keturunannya.
Menyimak hal diatas khususnya point ke-3, maka jelaslah bahwa menurut kepercayaan mereka, manusia yang masih hidup tidak akan terlepas dari pengawasan arwah leluhurnya yang disebut Tomembali Puang/Todolo. Dengan kata lain arwah-arwah seseorang yang telah meninggal tidak akan melupakan keturunannya begitu saja akan tetapi tetap memperhatikannya. Hal itu berarti antara orang yang telah meninggal dengan orang yang masih hidup tetap ada hubungan. Mereka juga meyakini bahwa apabila mereka tidak memberikan berkat, nenek moyang juga bisa murka yang kemudian mendatangkan banjir, penyakit atau gagal panen. Oleh karena itu keselarasan dan keharmonisan harus tetap dijaga. Maka untuk itu sebelum di lepas ke alam arwah, keluarga mengadakan serangkaian upacara sakral dengan harapan dapat diterima disana nantinya (alam puya) dan tidak mendatangkan bencana. Selain itu pada waktu-waktu tertentu dilaksanakan upacara untuk memperingati mereka yang biasa dilaksanakan setelah panen yang berhasil atau suatu kondisi yang baik sebagai ucapan syukur sebagai berkat dari leluhur mereka. Adapun fungsi hewan kurban pada upacara Rambu Solo’ bagi orang Toraja yaitu; 
Ø Akan menentukan kedudukan arwah orang yang telah meninggal, karena diyakini bahwa seseorang yang datang ke dunia dan pada saat meninggalnya apabila dia tidak membawa bekal dari dunia, arwahnya tidak akan diterima Puang Matua (Tuhan). 
Ø Sebagai suatu hal yang menentukan martabat keturunannya dalam mesyarakat yang tetap memiliki status sosial sesuai dengan kastanya semula.
Ø Akan menjadi patokan dalam membagi warisan si mati.
Sehubungan dengan penjelasan di atas. Maka terlihat bahwa terdapat hubungan yang erat antara orang yang telah tiada (meninggal) dengan generasi berikutnya yang masih hidup, sehingga nilai-nilai upacara Rambu Solo’ harus senantiasa selalu di jaga. 
3.  Kepercayaan Dewata Seuwae
Sebelum masuknya islam di sulawesi selatan, masyarakat Bugis Makassar sudah mempunyai “kepercayaan asli” (ancestor belief) dan menyebut Tuhan dengan sebutan ‘Dewata SeuwaE’, yang berarti Tuhan kita yang satu. Bahasa yang digunakan untuk menyebut nama ‘Tuhan’ itu menunjukkan bahwa orang Bugis Makassar memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa secara monoteistis. Menurut Mattulada, religi orang Bugis – Makassar masa Pra-Islam seperti tergambar dalam Sure’ La Galigo, sejak awal telah memiliki suatu kepercayaan kepada suatu Dewa (Tuhan) yang tunggal, yang disebut dengan beberapa nama : PatotoE (Dia yang menentukan Nasib), Dewata SeuwaE (Dewa yang tunggal), dan Turie A’rana (kehendak yang tertinggi). Kepercayaan dengan konsep dewa tertinggi To-Palanroe atau PatotoE, diyakini pula mempunyai anggota keluarga dewata lain dengan beragam tugas. Untuk memuja dewa – dewa ini tidak bisa langsung, melainkan lewat dewa pembantunya. Konsep deisme ini disebut dalam attoriolong, yang secara harfiah berarti mengikuti tata cara leluhur. Lewat atturiolong juga diwariskan petunjuk - petunjuk normatif dalam kehidupan bermasyarakat. Raja atau penguasa seluruh negeri Bugis Makassar mengklaim dirinya mempunyai garis keturunan dengan Dewa - dewa ini melalui Tomanurung (orang yang dianggap turun dari langit / kayangan), yang menjadi penguasa pertama seluruh dinasti kerajaan yang ada. 
Istilah Dewata SeuwaE itu dalam aksara lontaraq, dibaca dengan berbagai macam ucapan, misalnya : Dewata, Dewangta, dan Dewatangna yang mana mencerminkan sifat dan esensi Tuhan dalam pandangan teologi orang Bugis Makassar. De’watangna berarti “yang tidak punya wujud”, “De’watangna” atau “De’batang” berarti yang tidak bertubuh atau yang tidak mempunyai wujud. De’ artinya tidak, sedangkan watang (batang) berarti tubuh atau wujud. “Naiyya Dewata SeuwaE Tekkeinnang”, artinya “Adapun Tuhan Yang Maha Esa itu tidak beribu dan tidak berayah”. Sedang dalam Lontarak Sangkuru’ Patau’ Mulajaji sering juga digunakan istilah “Puang SeuwaE To PalanroE”, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta. Istilah lain, “Puang MappancajiE”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Konsep “Dewata SeuwaE” merupakan nama Tuhan yang dikenal etnik Bugis – Makassar. Kepercayaan orang Bugis kepada “Dewata SeuwaE” dan “PatotoE” serta kepercayaan “Patuntung” orang Makassar sampai saat ini masih ada saja bekas-bekasnya dalam bentuk tradisi dan upacara adat. Kedua kepercayaan asli tersebut mempunyai konsep tentang alam semesta yang diyakini oleh masyarakat pendukungnya terdiri atas tiga dunia, yaitu dunia atas (boting langi), dunia tengah (lino atau ale kawa) yang didiami manusia, dan dunia bawah (peretiwi). Tiap-tiap dunia mempunyai penghuni masing-masing yang satu sama lain saling mempengaruhi dan pengaruh itu berakibat pula terhadap kelangsungan kehidupan manusia. 
Selain itu, orang Bugis Makassar pra-Islam juga melakukan pemujaan terhadap kalompoang atau arajang. Kata “Arajang” bagi orang Bugis atau “Kalompoang” atau “Gaukang” bagi orang Makassar berarti kebesaran. Yang dimaksudkan ialah benda-benda yang dianggap sakti, keramat dan memiliki nilai magis. Benda-benda tersebut adalah milik raja yang berkuasa atau yang memerintah dalam negeri. Benda-benda tersebut berwujud tombak, keris, badik, perisai, payung, patung dari emas dan perak, kalung, piring, jala ikan, gulungan rambut, dan lain sebagainya.
C.   Identifikasi
Kebudayaan bugis makassar adalah kebudayaan dari suku-bangsa Bugis-Makassar yang mendalami bagian terbesar dari jazirah selatan dari pulau sulawesi. Dimana terdiri atas 23 kabupaten, diantaranya dua buah kota madya. Penduduk propinsi Sulawesi Selatan terdiri dari empat suku bangsa yaitu, Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar. Orang makassar mendiami kabupaten-kabupaten Gowa, Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Maros dan Pangkajenne. Orang Toraja ialah penduduk Sulawesi Tengah, sebagian juga mendiami propinsi Sulawesi Selatan, ialah wilayah dari kabupaten Tana-Toraja dan Mamasa (Toraja Sa’dan). Orang Mandar mendiami kabupaten Majene dan Mamuju.
D.  Sistem Kekerabatan
Perkawinan dalam hal mencari jodoh dalam kalangan masyarakat desanya sendiri, adat Bugis-Makassar menetapkan sebagai perkawinan yang ideal:
§  Perkawinan assialang marola (dalam bahasa Makassar passialleang baji’na) antara saudara sepupu sederajat kesatu baik pihak ayah maupun ibu.
§  Perkawinan assialanna memang ( dalam bahasa Makassar passialleanna) perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik pihak ayah maupun ibu.
§  Perkawinan antara ripaddeppe’ mabelae (dalam bahasa Makassar nipakambani bellaya) perkawinan antara saudara sepupu sederajat ketiga juga dari kedua belah pihak.
Adapun perkawinan-perkawinan yang dilarang karena diaanggap sumbang (Salimara’) adalah :
§  Perkawinan antara anak dengan ibu atau ayah
§  Antara saudara-saudara kandung
§  Antara menantu dan mertua
§  Antaran paman atau bibi dengan kemenakannya
§  Antara kakek dan nenek dengan cucu
E.   Sistem pengetahuan
Sampai tahu 1965, karena keadaan kekacauan terus-menerus sejak zaman jepang, zaman revolusi, dan zaman pemberontakan kahar muzakkar, maka perkembangan di sulawesi selatan amat terbelakang kalau dibandingkan dengan lain-lain daerah di Indonesia walaupun demikian di kota-kota, usaha memajukan pendidikan berjalan juga dan sudah pemulihan kembali keadaan aman, maka disamping rehabilitasi dalam sektor-sektor ekonomi, sarana dan kehidupan kemasyarakatan pada umumnya, usaha dari lapangan pendidikan mendapat perhatian yang khusus.
F.  Mata pencaharian
Penduduk sulawesi selatan pada umumnya petani seperti penduduk dari lain-lain daerah di indonesia. Di berbagai tempat di pegunungan, di pedalaman dan tempat-tempat terpencil lainnya di sulawesi selatan seperti di daerah orang toraja, banyak penduduk masih melakukan cocok tanam dengan teknik peladangan.
Adapun pada orang Bugis dan Makassar yang tinggal di desa-desa di daerah pantai, mencari ikan merupakan suatu mata pencaharian hidup yang penting. Memang orang Bugis dan Makassar terkenal sebagai suku bangsa pelaut di Indonesia yang telah mengembangkan suatu kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya. Kebudayaan maritim dari orang Bugis-Makassar itu tidak hanya mengembangkan perahu-perahu layar dan kepandaian berlayar yang cukup tinggi, tetapi juga meninggalkan suatu hukum niaga dalam pelayaran, yang disebut ade’Allopi-loping Bicaranna Pabbalu’e dan yang tertulis pada lontar Amanna Gappa dalam abad ke-17. Bakat berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang Bugis Makassar, akibat dari kebudayaan maritim dari abad-abad yang telah lampau itu.

G.  Bahasa, tulisan dan kesusasteraan
Orang bugis mengucapkan bahasa Ugi dan orang makassar bahasa Mangasara. Kedua bahasa tersebut pernah dipelajari dan diteliti secara mendalam oleh seorang ahli bahasa Belanda B.F.Matthes, dengan mengambil berbagai sumber, kesusasteraan tertulis yang sudah dimiliki oleh orang Bugis dan makassar itu sejak berabad-abad lamanya. Huruf yang dipakai dalam naskah-naskah bugismakassar kuno adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang asal dari huruf sansekerta. Sejak abad permulaan abad ke-17 waktu agama islam dan kesusasteraan islam mulai mempengaruhi sulawesi selatan, maka kesusasteraan bugis dan makassar ditulis dalam hurub arab (aksara serang).
Naskah-naskah kuno dari orang bugis dan makassar hanya tinggal ada yang ditulis diatas kertas dengan pena atau lidi ijuk (kallang) dalam aksara lontara atau dalam aksara serang. Diantara buku terpenting dalam kesusateraan bugis dan makassar adalah buku suregaligo. Suatu himpunan amat besar dari suatu mitologi yang bagi banyak orang bugis dan makassar masih mempunyai nilai yang keramat. Selain itu juga mempunyai fungsi sebagai pedoman dan tata kelakuan bagi kehidupan orang, seperti buku himpunan amanat-amanat dari nenek moyang. Buku himpunan undang undang, peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pemimpin-pemimpin adat. Kemudian ada juga himpunan-himpunan kesusasteraan yang mengandung bahan sejarah, seperti silsilah raja dan cerita-cerita pahlawan yang dibubuhi sifat-sifat legendari. Akhirnya ada juga banyak buku-buku yang mengandung dongeng rakyat, catatan-catatan tentang ilmu gaib dan buku buku yang berisi syair, nyanyian-nyanyian, teka-teki dan sebagainya

H. Teknologi
Suku bugis di makassar sebagai salah satu pewaris bangsa bahari. Banyak bukti yang menunjukan suku bugis piawai menguasai lautan dengan perahu layar. Perantauan mereka sudah terkenal sejak beberapa abad lalu. Mereka tidak hanya menguasai perairan wilayah nusantara, banyak bukti yang membuktikan bahwa sejah dahulu pelaut bugis makassar telah sampai disemenanjung melaka, singapura, filipina, australia, madagaskar dan lain sebagainya.
Menurut beberapa sumber perahu yang dugunakan masyarakat pesisir ada beberapa jenis, tetapi, pada umumnya perahu yang mereka gunakan adalah perahu kecil yang digunakan untuk mendukung aktifitas mereka sehari-hari. Menurut leganda, perahu besar baru mulai dipergunakan sejak zaman sawerigading seperti disebutkan dalam lontarak ilagaligo. Sawerigading adalah putra raja luwu yang pertama kali menggunakan perahu yang berukuran besar. Perahu tersebut dibuat dengan kekuatan medis oleh neneknya yang bernama la toge langi selanjutnya mereka percaya bahwa dari rakitan itulah mereka mendapatkan ilham dasar membuat perahu yang terbuat dari lembaran-lembaran papan.
Bagi orang lemo-lemo, mereka percaya bahwa keahlian membuat perahu yang mereka miliki bersumber dari penemuan sawerigading demikian pula orang bira mereka percaya bahwa keahlian berlayar yang mereka miliki sejak dahulu diwarisi dari penemuan layar dan tali temali perahu dari sawerigading.
I.   Kesenian
Alat musik:
1)   Kecapi
Salah satu alat musik petik tradisional sulawesi selatan khususnya suku bugis, bugis makassar dan bugis mandar. Menurut sejarahnya kecapi ditemukan atau diciptakan oleh seorang pelaut, sehingga bentuknya menyerupai perahu yang memiliki dua dawai, diambil karena penemuannya dari tali layar perahu.
sobatbudaya_IMG_2842.jpg
2)  Sinrili
Alat musik yang menyerupai biola cuman di mainkan dengan membaringkan dipundak sedang sinrili di mainkan dalam keadaan pemain duduk dan alat diletakkan tegak di depan pemainnya.
images.jpg
3)  Gendang
Musik perkusi yang mempunyai dua bentuk dasar yakni bulat panjang dan bundar seperti rebana
4)  Suling
Suling bambu terdiri dari tiga jenis, yaitu: suling panjang memiliki 5 lubang nada, suling calabai sering dipadukan dengan piola kecapi dimainkan bersama penyanyi,  dan suling dupa samping.

Seni tari:
§  Tari pelangi tarian pabbakkanna lajina atau biasa disebut tari meminta hujan.
§  Tari paduppa bosara, tarian yang menggambarkan bahwa orang bugis jika kedatangan tamu senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda kesyukuran dan kehormatan
§  Tari pattenung, tarian adat yang menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-peremupuan bugis.
§  Tari pajoge’ dan tari anak masari, tarian ini dilakukan oleh calabai (waria), namun jenis tarian ini sulit sekali ditemukan bahkan dikatergorikan telah punah.
§  Jenis tarian yang lain adalah tari pangayo, tari passassa, tari pa’galung, dan tari pabbatte (biasanya di gelar pada saat pesta panen).

BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
·          Pra sejarah atau nirleka adalah istilah yang digunakan  untuk merujuk kepada masa dimana catatan sejarah yang tertulis belum tersedia.
·          Masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki kesamaan budaya (yang diwariskan dari generasi ke generasi), wilayah, identitas dan berinteraksi dalam suatu hubungan sosial yang terstruktur
·          Animisme adalah agama yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda, baik yang bernyawa maupun yang tidak bernyawa mempunyai roh. Tujuan beragama dalam animisme adalah mengadakan hubungan baik dengan roh-roh yang ditakuti dan dihormati itu dengan senantiasa berusaha menyenangkan hati mereka.
B.   Saran
Sebaiknya budaya yang ada di negeri kita indonesia dijaga dan dilestarikan keberadaannya agar generasi penerus bangsa dapat melestarikan dan mengajarkan budaya-budaya tersebut kepada generasi-generasi yang akan datang. Budaya-budaya beginilah yang harus kita jaga keberadaannya dan dilestarikan karena ini merupakan peninggalan nenek moyang kita yang telah mendahului kita.


No comments:

Post a Comment